Jumat, 17 Oktober 2008

Burung Punah atau Anak Punah?

Pertanyaan ini mengalir dari seorang rekan tepat setahun yang lalu. Di fledging Pecuk tepatnya. Pecuk sendiri adalah komunitas para pencinta burung yang luar biasa. Dan acara Fledging adalah salah satu acara kaderisasinya.

Setahun lalu saya juga menjadi bagian dari proses kaderisasi ini. Banyak cerita menarik. Bertualang dialam dan beberapa obrlan kita tentang konservasi yang dilematis.Dilematis, ya sebab terkadang usaha konservasi ini juga bertentangan dengan hajat hidup seseorang.

Berikut ini adalah sebuah obrolan yang akan membuat kita akan sulit memutuskan, apa tetap berjuang dijalan konservasi atau membiarkan tindakan perburuan burung yang jelas bertentangan dengan jiwa peduli lingkunan dan satwa burung liar


Di sebuah hutan kampus ITS yang rindang. Tampak seorang kru pecuk yang tengah melakukan pengamatan. tanpa sadar ia melihat sebuah kesewenangan pada burung liar yang dicintainya. seorang bapak yang setelah ini kita sebut sebagai pemburu burung sedang beraksi memasang perangkap.

Kru Pecuk :"Lho pak lagi ngapain pak?,"

Pemburu Burung :" Lagi Mulut( jebak manuk manuk) mas,?

Kru Pecuk : "lho pak kan kasian, dibuat nanti kalo jenis ini punah bagaimana?" ujar sang pahlawan lingkungan membela gelatik jawa yang terjebak.

Pemburu Burung : Sambil menghela nafas panjang. " Lha piye maneh mas, bapak niki mek nggadah usaha niki mawon (jual beli burung). lek mboten niki anak kulo badhe maem nopo."

Jawaban yang tragis dan dilematis bukan. bayangkan jika sang bapak berujar demikian, " Lha sekarang pilihannya burung punah atau anak punah mas?.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

yud, klo aku lebih baik anak si pemburu itu punah daripada gelatik jawa yang punah.

daripada si anak besar dari duit menanngkap burung yang akhirnya besar nanti dia jadi penangkap burung juga.

banyak cara cari uang. banyak cara cari makan. jadi buat apa berlaku seperti itu. klo memang mau jual beli burung. tangkap sepasang ternakkan dalam sangkar baru jual. jangan tangkap dari alam saja. banyak faktor yang mempengaruhi gagalnya telur menetas di alam. mungkin kalau dia menangkarkan akan lebih baik bagi semua. bukan begitu yud?

aku ae mahasiswa sipil tahu masalah hak asazi hewan.. masak km gak...

dan kamu mahasiswa biologi harus menyadarkan mereka! mungkin bikin pelatihan penangkaran burung atau gmn.. atau buat metode breeding burung yang tepat dan ekonomis..

bukankah burung liar justru lebih susah dididik dalam sangkar daripada hasil tangkaran dalam sangkar?

ingat dulu pas kecil kita pernah ketapel burung kutilang dan kita obati dan taruh sangkar? akhirnya kan kita lepas lagi karena teman-temannya yang bebas setiap pagi dan sore selalu menyempatkan diri menyambangi tangkapan kita itu... rasanya iba...

Anonim mengatakan...

kasih bapaknya pekerjaan-->contoh orang yang berpikiran pendek